20 Wartawan Ikut Pelatihan Menulis KBB dan Keberagaman

  • Whatsapp
Jurnalisme Damai/Gambar: ochadungdeee.blogspot.com

Kupang–Sebanyak 20 wartawan dari berbagai media mengikuti pelatihan menulis Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) dan Keberagaman di Kupang, Jumat (19/2).

Pelatihan menulis tersebut merupakan harian Victory News bersama Peace Journalism Community Kupang (PJCK) didukung AFSC.  Pemateri pelatihan ini terdiri dari Pemimpin Redaksi Kursor Ana Djukana dan Pemimpin Redaksi Victory News Stevie Johanis.

Ana Djukana membawakan materi Perspektif Keberagaman dan KBB dalam menulis berita mengatakan, media harus mengusung masalah-masalah yang selalu luput dari perspektif jurnalis seperti  toleransi beragama, LGBT, perempuan, anak, disabilitas etnisitas, dan keberagaman.

Berbagai liputan tentang isu-isu agama, sebaiknya jurnalis, tidak hanya mengambil satu pandangan saja, tetapi harus ada pembanding dan membiarkan masyarakat menyimpulkan sendiri.

“Kita prihatin melihat tayangan-tayangan yang menyudutkan kelompok-kelompok tertentu,” katanya.

Menurutnya, wartawan harus memahami visi dan misi dari masing-masing agama yang menjadi bekal dalam berbagai peliputan isu-isu agama.

Kemampuan jurnalis di lapangan dalam menulis berita dan redaktur dalam melakukan editing  di ruangan redaksi tidak memiliki perspektif keberagaman dan pengetahuan yang baik tentang agama-agama, sehingga berita keberagaman, kebebasan beragama dan berkeyakinan berbelok dari aslinya, tidak menyebarkan kedamaian.

“Istilah dalam jurnalistik bad news is a good news dimana berita buruk adalah berita bagus menjadikan wartawan semangat untuk memproduksi berita buruk yang meresahkan,” ujarnya.

Ia mengakui media selama ini berperan besar menumbuhkan asumsi-asumsi berita dengan latar belakang jurnalis di lapangan tidak meliput utuh, tidak meminta konfirmasi dari narasumber atau pihak yang bertikai secara  berimbang.

Selain itu, jurnalis di lapangan tidak mempunyai kemampuan mendeskripsi situasi  menuliskan laporan yang ia dapat dengan baik. Diperburuk dengan redaktur yang melakukan editing tidak mempunyai pemahaman tentang isu-isu keberagaman, beragama, berkeyakinan, sehingga berita yang diedit tampil pas-pas atau tanpa perspektif , hasilnya berita berat sebelah bahkan menguntungkan salah satu pihak.

“Dibutuhkan embaca aneka literatur, memperbanyak diskusi-diskusi, training-training yang melibatkan jurnalis, redaktur tentang keberagaman, KBB.  Sehingga media mainstream tidak sekadar terbit dan laku di pasaran  tetapi tugas sebagai penjaga nilai dengan mampu menebarkan semangat perdamaian, menghargai keberagaman dan mendukung kebebasan berkeyakinan dan beragama, “ujarnya.

Sementara itu Stevie Johanis yang membawkaan materi ‘Menyiasati liputan pro KBB dan Keberagaman’, mengatakan wartawan jangan menulis hasil liputan berdasarkan keyakinan agama. Sebaliknya gunakan prinsip yang universal seperti konstitusi atau hukum tertinggi dan HAM.

Jangan pernah memberikan ruang bagi narasumber pengobar kebencian sebaliknya berikan ruang bagi narasumber nasionalis dan netral.

Selain itu wartawan harus hilangkan diksi-diksi judul atau isi berita yang menghakimi, tendesius, dan provokatif. Kontrol berlapis harus dilakukan mulai dari tingkat redaktur, redpel, hingga pemred ketika berita wartawan masuk ke redaksi.

Berikan ruang seluar-luasnya bagi pihak minoritas atau korban dalam konflik intoleransi dan diskriminasi atas nama agama, serta mengoptimalkan pemberitaan yang mengarah kepada meredakan konflik dan menciptakan solusi kontruktif demi mencapai perdamaian.

“Berikan ruang bagi para tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah untuk menenangkan minoritas atau korban. Beberkan dengan lengkap latar belakang kejadian hingga berujung pada kekerasan. Kritisi para pengambilan kebijakan yang terkesan masa bodoh dengan potensi konflik yang sudah mengemuka sejak lama,” ujarnya. (rr)

Komentar ANDA?

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published.